Konservasi Tamansari Yogyakarta Pasca Gempa
Tamansari dibangun pada masa awal pembangunan Kraton Yogyakarta atau pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono 1 atau Pangeran Mangkubumi. Pembangunan Tamansari merupakan penghargaan kepada istrinya yang turut menderita sewaktu Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono 1 berperang.
Tamansari dibangun pada masa awal pembangunan Kraton Yogyakarta atau pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono 1 atau Pangeran Mangkubumi. Pembangunan Tamansari merupakan penghargaan kepada istrinya yang turut menderita sewaktu Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono 1 berperang.
- Sejarah Tamansari
Di Mancingan (suatu daerah di pantai selatan Yogyakarta) terdapat orang aneh yang diduga termasuk sebagai bangsa jin atau penghuni hutan, karena orang tersebut menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang setempat. Orang aneh tersebut dihadapkan kepada Sultan Hamengku Buwana II yang berkenan mengambil orang tersebut sebagai abdi. Berdasar keterangan orang itu mengaku sebagai orang Portegis dan dijadikan abdi dalam mengepalai pembuatan bangunan (arsitek).
Sultan Hamengku Buwana II memerintah orang tersebut untuk membuat Benteng, orang tersebut kemudian diberi kedudukan sebagai demang, orang itu pun terkenal dengan nama Demang Portegis atau Tegis, dan diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Tamansari. Oleh karena itu bangunan Pesanggrahan Tamansari menunjukan unsur seni bangunan yang berasal dari Eropa (Portugis).
Dahulu, Tamansari merupakan taman air yang indah dan mutakhir dengan area antara tenggara zaman sampai perempatan kota. Area tersebut disebut Kamping Segeran, sekarang dinamakan Suryoputran. Setiap Sultan mengunjungi taman, beliau mendayung perahu melewati jembatan gantung yang disebut Kreteg Gantung yang terletak didepan gerbang istana, Tamansari dulu dipakai oleh Sultan HB 1 yang mempunyai 20 orang selir untuk beristirahat dan rileks. Sebuah kolam ang tidak terlalu lebar kurang lebih berukuran 12 x 30 meter dan kedalaman sekitar 1 - 2 meter dengan ornamen kuno dan mistis. Namun lorong tersebut sudah ditutup setelah 2 turis asing tidak kembali beberapa waktu sesudah masuk lorong tersebut.
- Bangunan di kompleks Tamansari
1. Gedong Temanten dan Gedong Pangunjukan
Terletak disebelah timur, kedua gedung ini saling berhadapan dan difungsikan sebagai tempat penyediaan makan dan minum keluarga kerajaan setelah selesai "bercengkerama" di pemandian. Saat ini gedung Temanten dan Pangunjukan dialih fungsikan sebagai tempat tiket masuk dan ruang penjaga Tamansari, kondisi fisik kedua gedung ini kokoh dan dan diperbaiki.
2. Gedung Sekawan atau Sedah Merah
Di Gedong Sekawan, dulunya sering digunakan untuk menikmati kue dan secangkir teh yang disediakan oleh oleh abdi dalem kraton yang setia mengirinig bendoro (tuan). Dinamakan Sedah Merah karena pada gedung ini biasanya Raja ataupun para abdi dalem mengunyah kapur sirih.
3. Gapura Panggung dan Gapura Agung
Merupakan dua pintu gerbang utama, Gapuro Agung berada dibagian Barat dan Gapuro Panggung berada dibagian Timur. Fungsi dari Gapura Panggung adalah sebagai tempat Pengawal dan Raja untuk melihat panorama dan mengawasi Tamansari. Saat ini Gapura Panggung digunakan sebagai pintu masuk utama ke lokasi kompleks Tamansari. Bentuk pintu gerbang atau Gapuro menggunakan gaya arsitektur Jawa, pada detail Gapuro merupakan motif Jawa seperti stilasi dari sulur tanaman, burung, ekor dan sayap burung garuda.
4. Kolam Pemandian Tamansari
Kolam Pemandian ini terdiri dari 3 kolam yang dihiasi pot besar. Umbul Muncar untuk putra-putri Sultan, Umbul Binangun bagi para selir dan Umbul Pamungkas khusus untuk kolam pemandian khusus bagi Sri Sultan. Di antara kolam utama dan kolam khusus raja ini ada sebuah bangunan yang digunakan oleh raja untuk melihat para putri.
Ketika ada seorang putri yang menarik hatinya, raja akan melemparkan bunga dari atas bangunan. Putri yang terkena lemparan bunga ini diperkenankan mandi dikolam khusus bersama raja yang berada di sebelah selatan bangunan.
Kemudian terdapat gerbang Kenari, Gapura Carik, Gedong Garjitowati, Gerbang Taman Umbulsari, Pasarean Ledoksari, Pongangan Peksi Beri, Gerbang Sumur Gumuling.
5. Sumur Gumuling
Bangunan tingkat dua yang bentuknya melingkar. Tengahnya berupa ruang terbuka dengan lima tangga yang melambangkan. Selain terdapat masjid, selusur bangunan ini, konon, terhubung dengan lorong-lorong bawah tanah. Jalan rahasia menuju kompleks Keraton dan Pantai Selatan. Terowongan ini disebut Parangkusuma yang berfungsi sebagai sarana persiapan penyelematan jika terjadi perang.
- Permasalahan Tamansari
Kompleks Tamansari Yogyakarta terletak di tengah 2500 perumahan warga yang padat di Yogyakarta. Kepadatan ini yang menjadi salah satu ancaman situs yang dilindungi. Tamansari atau istana air karena dulunya komplek ini dikelilingi air shingga bisa digunakan juga untuk wisata menggunakan perahu oleh keluarga kerajaan, saat ini sudah banyak yang rusak.
Tamansari belum pernah di rehabilitasi secara menyeluruh, sementara lingkungan sekitarnya sudah dipadati oleh permukiman warga. Selain rusak beberapa bagian bangunan Tamansari berubah menjadi rumah tinggal penduduk, seperti kolam Segaran yang dahulu bisa dilalui perahu kecil, sekarang ini sudah berubah menjadi kampung. Kerusakan Tamansari terjadi karena faktor lingkungan dan manusia, dahulu kompleks ini lebih luas dari saat ini yang seluas 12,6 Ha, namun selepas Sultan Hamengkubuwono III bertahta, Tamansari pun tidak digunakan lagi.
Umumnya bangunan bersejarah di kompleks Tamansari rusak karena tergerus usia dan cuaca, bencana alam baik internal maupun eksternal. Gempa hebat di Yogyakarta pada 10 Juni 1867 menghancurkan sebagian besar bangunan, menyebabkan atap jebol padahal atap tersebut masih konstruksi awal yang kokoh.
- Tahapan Kegiatan Konservasi
Upaya untuk mengembalikan pesona bangunan dengan perpaduan gaya Portugal, Jawa, Islam dan Cina ditempuh. Upaya yang dilakukan dalam rangka pelestarian kompleks Tamansari adalah :
1. Pada tahun 1997 Pemda DIY memugar kompleks ini, pemeliharaan rutin dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) dengan dukungan APBN.
2. Pada tahun 2001 pemugaran gerbang dan urung-urung nya menelan 120 juta rupiah dana APBN atas prakarsa Joga Heritage Society.
Pada tahun 1881, Tamansari seperti tidak tampak terawat, kerusakan disamping karena kondisi alam, juga karena ulah manusia pada masa peperangan. Pada tahun 1970 an tembok Tamansari ada yang rubuh karena sudah terlalu tua. Sekarang setelah adanya pemugaran bangunan Tamansari bisa dilihar kembali meski tidak persis seperti dahulu.
Gambar 17. Pulau Kenanga Tamansari Th. 1881
3. Pada tahun 2003 yayasan pelestarian seni budaya Portugal, Calooste Golbenkian bekerjasama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) dan Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM
melakukan upaya rehabilitasi diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X dan Dr. Jose Blanco, pemerintah Portugal bersedia mendanai renovasi Tamansari sebesar 1.6 milliar dan sisanya dari dana total yang dibutuhkan 2.5 milliar untuk renovasi berasal dari APBD.
4. Pada tahun 2007 awal maret upaya rehabilitasi Tamansari pasca gempa kembali dibahas dengan melibatkan BP3 dan UNESCO. Pemugaran dilakukan secara hati-hati dengan melibatkan BP3 dan UNESCO. Pemugaran dilakukan dengan memperhatikan bahan, teknik dan detail bangunan.
Dicatat pada World Monument Fund, sebuah badan dunia yang peduli pada nasib situs-situs sejagat, Tamansari termasuk dalam daftar 100 Most Endangered Sites, 100 situs paling terancam keberadaannya. Seusai gempa bumi dahsyat 27 Mei 2006, kondisi Tamansari semakin memprihatinkan yang telah meretakkan tembok-tembok, banyak bagian pulau Cemeti juga roboh, puing-puing bahkan menewaskan sejumlah warga setempat.
Bentuk-bentuk Pelestarian di Tamansari Teknis Kegiatan
Konservasi
5. Restorasi Tamansari berlangsung secara bertahap, kompleks situs Tamansari tampak suram akibat dari pengaruh iklim dan cuaca yang menerpa tubuh bangunan-bangunan tua setiap hari. Pada sisi luar bangunan terjadi pelapukan fisik, pelumutan pada dinding bangunan muncul dengan mudah karena kelembapan tinggi. Banjir pun sering mewarnai kompleks situs ini akibat sudah tidak berfungsinya lagi sistem drainase lama.
Mengalami kondisi ini, Tamansari tidak didiamkan begitu saja, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta ( Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala ) bersama Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Yogyakarta merupakan pihak-pihak yang berwenang melakukan penanganan, yaitu :
- Melakukan pemlesteran dan pengacian kembali bangunan-bangunan yang sudah lapuk dengan semen.
- Upaya memerangi tumbuhnya lumut. Perlakuan secara kemis maupun mekanis yaitu disikat, sementara perlakuan secara kimiawi dilakukan dengan bahan kimia yang direkomendasikan oleh Baladi Studi dan Konservasi Candi Borobudur. Bahan kimia ini bersifat water repelent dan ketika sudah dipakai pori-pori dinding bangunan masih bisa bernafas. Berbeda dengan bahan kimia yang bersifat water proofing, yang menutup pori-pori 100%. Water repelent memungkinkan air di dalam dinding tetap bisa keluar dan air dari luas dinding bisa tersaring sebanyak 80%.
Water Repelent
- Penanggulangan banjir di area kompleks situ
Untuk menangani banjir dibuatkan sumur resapan dan melakukan pembersihan saluran drainase yang masih berfungsi, sistem drainase berupa gorong-gorong saluran air, pipa rembesan, bak-bak resapan air hujan. Sementara, sanitasi kolam di kompleks umbul dibuat dengan sistem pompa pengendali banjir. Secara otomatis pompa akan bekerja menyedot kelebihan debit air dan akan dialirkan ke saluran drainase. Pada Sumur Gumuling yang atapnya sudah runtuh ditutup dengan konstruksi atap fiber berwarna biru agar air hujan tidak lagi masuk ke bangunan.
- Renovasi Bangunan
Dinding bangunan di kompleks Tamansari memiliki penampilan yang berbeda, lebih bersih dan berwarna krem. Hal ini karena pemakaian plester dan pengacian dengan campuran tertentu, campuran itu berwarna bligon, bligon merupakann materi traditional coating yang terdiri dari campuran pasir, kapur dan semen merah dengan perbandingan 1:1:2 untuk bahan plester serta kapur dan semen merah dengan perbandingan 1:1, termasuk pot-pot bunga, kecuali pada dinding dan dasar kolam yang menggunakan campuran trassam dan beton bertulang. Dengan pemakaian bligon bangunan akan lebih memiliki karakter dari segi estetika maupun teknis. Selain itu, pada zaman dahulu orang tidak mendirikan bangunan dengan menggunakan semen, tetapi bligon. Pemakaian semen dilakukan lebih dilakukan lebih untuk upaya memperkuat konstruksi bangunan. Bligon sendiri bisa cukup kuat secara teknis, tetapi memang proses keringnya cukup lama.
Dinding dengan Bligon
- Pada bagian dalam dinding dilakukan perkuatan konstruksi bangunan. Perkuatan dengan konstruksi baja dilakukan pada bangunan yang mengalami kerusakan berat di kompleks Umbul Binangun, sedangkan kerusakan konstruksi yang tidak terlalu berat diperkuat dengan menggunakan konstruksi dari kayu. Untuk bangunan Sumur Gumuling konstruksinya diperkuat dengan kolom baja dan baja tarik, kompleks bangunan lain seperti Ledok Sari hanya diperkuat dengan menggunakan semen.
- Unsur bangunan yang terbuat dari kayu, seperti kusen dan daun pintu serta jendela juga dikonservasi. Perlakuan yang diterapkan adalah pengawetan secara tradisional, yakni dengan mengoleskan air campuran tembakau, gedebog atau batang pohon pisang, dan cengkeh pada kusen pada kusen dan daun pintu atau jendela. Campuran tradisional tersebut bisa mengawetkan kayu dan sekaligus bisa memperkuat warna asli serta tekstur kayu. Cat yang menempel pada kayu dikelupas hingga tampak tekstur kayunya.
Unsur Bangunan dari Kayu
Pekerjaan yang didanai atas kerjasama Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta dan Calouste Gulbenkian meliputi beberapa, yaitu :
- Paket 1 untuk mengembalikan air pada tiga buah kolam di kompleks umbul Tamansari sekaligus sekaligus perencanaan dewatering system serta perencanaan sistem pencahayaan yang baik untuk menunjang berbagai aktivitas yang berlangsung di area ini.
- Paket 2 didanai oleh World Monument Fund (WMF) yang berkedudukan di New York, Amerika Sekitar. meliputi renovasi Gedong Temanten, Gedong Pangunjukan, Gapura Panggung, Gedong Sekawan dan Gapura Agung.
- Kesimpulan
Pekerjaan konservasi bukan hal sederhana, banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Kelestarian, keawetan dan daya tahan bangunan terhadap berbagai pengaruh adalah satu prinsip penting. Namun, ada prinsip penting lainnya yaitu keaslian. Bangunan di kompleks Peristirahatan Taman Sari merupakan hasil percampuran 3 gaya arsitektural yaitu Portugis, Cina dan Jawa.
Kerusakan bangunan komplpeks Tamansari disebabkan oleh kerusakan struktural karena usia dan gempa besar 1857, vandalisme yaitu kerusakan oleh manusia, organisme yaitu tumbuhan dan jamur, masalah drainase yaitu limbah rumah tungga dan limbah batik.
Objek Pelestarian Tamansari meliput bangunan area 3 kolam, bangunan masjid dan bangunan di Pulai Kenanga. Kendala yang dihadapi adalah sering terjadinya bencana alam sehingga renovasi yang dilakukan kemudian rusak dan harus dilakukan renovasi kembali menjadikan yang rusak seperti sedia kala.
Daftar Pustaka
http://www.tembi.org/dulu/tamansari1881/index.htm
http://www.kratonjogja.com/
http://www.kompas.com/
Daftar Pustaka
http://www.tembi.org/dulu/tamansari1881/index.htm
http://www.kratonjogja.com/
http://www.kompas.com/
Komentar
Posting Komentar